Dynamic Glitter Text Generator at TextSpace.net

Keperawatan

1.      Patofisiologi
Tuberculosis tergolong airbone disease dimana penularan terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droflet nuklei dalam udara oleh individu yang terinfeksi dalam fase aktif. Setiapkali penderita ini batuk dapat mengeluarkan 3000 droflet nuclei. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1 – 2 jam. Di bawah sinar matahari langsung basil tuberkel mati dengan cepat tetapi dalam suasana yang gelap dan lembab kuman dapat bertahan sampai berhari – hari bahkan berbulan, bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang yang sehat akan menempel pada alveoli kemudian partikel ini akan berkembang bisa sampai puncak apeks paru sebelah kanan atau kiri dan dapat pula keduanya dengan melewati pembuluh limfe, basil berpindah kebagian paru – paru yang lain atau jaringan tubuh yang lain.
Setelah itu infeksi akan menyebar melalui sirkulasi, yang pertama terangsang adalah limfokinase, yaitu akan dibentuk lebih banyak untuk merangsang macrofage, berkurang tidaknya jumlah kuman tergantung pada jumlah macrofage. Karena fungsinya adalah membunuh kuman / basil apabila proses ini berhasil & macrofage lebih banyak maka klien akan sembuh dan daya tahan tubuhnya akan meningkat.
Tetapi apabila kekebalan tubuhnya menurun maka kuman tadi akan bersarang didalam jaringan paru-paru dengan membentuk tuberkel (biji – biji kecil sebesar kepala jarum). Dua faktor penentu keberhasilan pemaparan Tuberkulosis pada individu baru yakni konsentrasi droplet nuclei dalam udara dan panjang waktu individu bernapas dalam udara yang terkontaminasi tersebut di samping daya tahan tubuh yang bersangkutan.
Tuberkel lama kelamaan akan bertambah besar dan bergabung menjadi satu dan lama-lama timbul perkejuan ditempat tersebut. Apabila jaringan yang nekrosis dikeluarkan saat penderita batuk yang menyebabkan pembuluh darah pecah, maka klien akan batuk darah (hemaptoe). Di samping penularan melalui saluran pernapasan (paling sering), M. tuberculosis juga dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit (lebih jarang).

2.      Manifestasi Klinik
Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimptomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik:
1. Gejala respiratorik, meliputi:
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.
2. Gejala sistemik, meliputi:
a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya. Sedangkan masa bebas serangan makin pendek.
b. Gejala sistemik lain
Keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.

Gejala klinis Haemoptoe:
Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Batuk darah
a. Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan
b. Darah berbuih bercampur udara
c. Darah segar berwarna merah muda
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia kadang-kadang terjadi
f. Benzidin test negative
2. Muntah darah
a. Darah dimuntahkan dengan rasa mual
b. Darah bercampur sisa makanan
c. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung
d. Darah bersifat asam
e. Anemia seriang terjadi
f. Benzidin test positif
3. Epistaksis
a. Darah menetes dari hidung
b. Batuk pelan kadang keluar
c. Darah berwarna merah segar
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia jarang terjadi


3.         Pemeriksaan Diagnostik
Foto thorax PA dengan atau tanpa literal merupakan pemeriksaan radiology standar. Jenis pemeriksaan radiology lain hanya atas indikasi Top foto, oblik, tomogram dan lain-lain.
Karakteristik radiology yang menunjang diagnostik antara lain :
a. Bayangan lesi radiology yang terletak di lapangan atas paru.
b. Bayangan yang berawan (patchy) atau berbercak (noduler)
c. Kelainan yang bilateral, terutama bila terdapat di lapangan atas paru
d. Bayang yang menetap atau relatif menetap setelah beberapa minggu
e. Bayangan bilier
Pemeriksaan Bakteriologik (Sputum) ; Ditemukannya kuman micobakterium TBC dari dahak penderita memastikan diagnosis tuberculosis paru.
Pemeriksaan biasanya lebih sensitive daripada sediaan apus (mikroskopis). Pengambilan dahak yang benar sangat penting untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya. Pada pemeriksaan pertama. sebaiknya 3 kali pemeriksaan dahak. Uji resistensi harus dilakukan apabila ada dugaan resistensi terhadap pengobatan.
Pemeriksaan sputum adalah diagnostik yang terpenting dalam prograrn pemberantasan TBC paru di Indonesia.

- Tuberculin skin testing
Dilakukan dengan menginjeksikan secara intracutaneous 0.1ml Tween-stabilized liquid PPD pada bagian punggung atau dorsal dari lengan bawah. Dalam wkatu 48 – 72 jama, area yang menonjol (indurasi), bukan eritema, diukur. Ukuran tes Mantoux ini sebesar 5mm diinterpretasikan positif pada kasus-kasus :
1. Individu yang memiliki atau dicurigai terinfeksi HIV
2. Memiliki kontak yang erat dengan penderita TBC yang infeksius
3. Individu dengan rontgen dada yang abnormal yang mengindikasikan gambaran proses penyembuhan TBC yang lama, yang sebelumnya tidak mendpatkan terapo OAT yang adekuat
4. Individu yang menggunakan Narkoba dan status HIV-ny tidak diketahui
-
-    Pemeriksaan radiologis
1. Adanya infeksi primer digambarkan dengan nodul terkalsifikasi pada bagian perifer paru dengan kalsifikasi dari limfe nodus hilus
2. Sedangkan proses reaktifasi TB akan memberikan gambaran :
a) Nekrosis
b) Cavitasi (terutama tampak pada foto posisi apical lordotik)
c) Fibrosis dan retraksi region hilus
d) Bronchopneumonia
e) Infiltrate interstitial
f) Pola milier
g) Gambaran diatas juga merupakan gambaran dari TB primer lanjut
3. TB pleurisy, memberikan gambaran efusi pleura yang biasanya terjadi secara massif
4. Aktivitas dari kuman TB tidak bisa hanya ditegakkan hanya dengan 1 kali pemeriksaan rontgen dada, tapi harus dilakukan serial rontgen dada. Tidak hanya melihat apakah penyakit tersebut dalam proses progesi atau regresi.

-          Pemeriksaan darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian karena hasilnya kadang-kadang meragukan, tidak sensitif, tidak juga spesifik. Pada saat TB baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih dibwah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Jika penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal, dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi. Bisa juga didapatkan anemia ringan dengan gambaran normokron dan normositer, gama globulin meningkat dan kadar natrium darah menurun.

-          Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting, karena dengan ditemukannnya kuman BA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Kriteria BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan.

4.      Pengobatan
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :
1. Jangka pendek.
Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1 – 3 bulan.
* Streptomisin injeksi 750 mg.
* Pas 10 mg.
* Ethambutol 1000 mg.
* Isoniazid 400 mg.
2. Jangka panjang
Tata cara pengobatan : setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18 bulan, tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi.
Terapi TB paru dapat dilakukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan dengan jenis :
* INH.
* Rifampicin.
* Ethambutol.
Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan menjadi 6-9 bulan.
Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan dalam pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat :
* Rifampicin.
* Isoniazid (INH).
* Ethambutol.
* Pyridoxin (B6).
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai penularan. Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedangkan jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH.
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping itu perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri dari lima komponen yaitu:
1. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam penanggulangan TB.
2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
3. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari.
4. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.

A.    Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1.      Pengkajian
a.       Data Dasar
·         Identitas Pasien (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, bahasa yang digunakan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, sumber biaya, dan sumber informasi).
·         Identitas Penanggung (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, bahasa yang digunakan, pekerjaan, alamat, dan hubungan dengan pasien).
b.      Riwayat Perjalanan Penyakit
a.       Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek), sulit tidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam hari.
Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 -410C) hilang timbul.
b.      Pola nutrisi
Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan.
c.       Respirasi
Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).


d.      Rasa nyaman/nyeri
Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.
e.       Integritas ego
Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada harapan.
Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung.
c.       Riwayat Penyakit Sebelumnya:
a. Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh.
b. Pernah berobat tetapi tidak sembuh.
c. Pernah berobat tetapi tidak teratur.
d. Riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis Paru.
e. Daya tahan tubuh yang menurun.
f. Riwayat vaksinasi yang tidak teratur.
d.      Riwayat Pengobatan Sebelumnya:
a.       Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sakitnya.
b.      Jenis, warna, dosis obat yang diminum.
c.       Berapa lama. pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan penyakitnya.
d.      Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir.
e.        
e.        Riwayat Sosial Ekonomi:
a.       Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu dan tempat bekerja, jumlah penghasilan.
b.      Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikisi dengan bebas, menarik diri, biasanya pada keluarga yang kurang marnpu, masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak, masalah tentang masa depan/pekerjaan pasien, tidak bersemangat dan putus harapan.
A.    Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
- Wajah pucat
- Tampak terangkat kedua bahunya
- Nafas tidak teratur, cepat (32 x/mnt)
- Batuk berdahak
- Malaise
Palpasi
- Nyeri dada (skala 6)
- Denyut nadi meningkat (108 x/mnt)
Aukskultasi
- Detak jantung meningkat
- Suara krekels, mengii
Perkusi
- Suara pekak pada dada
Pemeriksaan TTV
Nadi : 108 x/mnt
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Pernapasan : 32 x/mnt
Suhu : 40° Celcius

B.     Pemeriksaan Diagnostik:
c.       Kultur sputum: Mikobakterium Tuberkulosis positif pada tahap akhir penyakit.
d.      Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm terjadi 48-72 jam).
e.       Poto torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas ; Pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas ; Pada kavitas bayangan, berupa cincin ; Pada kalsifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
f.       Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru karena TB paru.
g.      Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).
h.      Spirometri: penurunan fuagsi paru dengan kapasitas vital menurun.

2.         Diagnosa Keperawatan
1.      Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.  
Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif.
Kriteria hasil :
a.       Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran udara.
b.      Mendemontrasikan batuk efektif.
c.       Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.
Rencana Tindakan :
1.         Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di saluran pernapasan.
Rasionale: Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
2.         Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
Rasional : Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
3.         Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
Rasional : Memungkinkan ekspansi paru lebih lua
4.         Lakukan pernapasan diafragma.
Rasional : Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
5.       Tahan napas selama 3 – 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut. Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
Rasional : Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
6.         Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
Rasional : Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
7.         Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang ade- kuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
Rasional : Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.
8.         Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
Rasional : Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
9.         Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian expectorant
Pemberian antibiotika.
Konsul photo toraks.
Rasional : Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

2.      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar- kapiler.
Tujuan : Pertukaran gas efektif.
Kriteria hasil :
a.       Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.
b.      Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
c.       Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Rencana tindakan :
1.      Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
Rasional : Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
2.      Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.
Rasional : Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fi- siologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
3.      Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
Rasional : Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
4.      Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
Rasional : Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
5.      Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
Rasional : Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
6.      Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian antibiotika.
Pemeriksaan sputum dan kultur sputum.
Konsul photo toraks.
Rasional : Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

3.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi sputum/batuk, dyspnea atau anoreksia
Tujuan : Kebutuhan nutrisi adekuat
Kriteria hasil :
a.       Menyebutkan makanan mana yang tinggi protein dan kalori
b.      Menu makanan yang disajikan habis
c.       Peningkatan berat badan tanpa peningkatan edema
Rencana tindakan
1.      Diskusikan penyebab anoreksia, dispnea dan mual.
Rasional : Dengan membantu klien memahami kondisi dapat menurunkan ansietas dan dapat  membantu memperbaiki kepatuhan teraupetik.
2.      Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan.
Rasional : Keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan.
3.      Tawarkan makan sedikit tapi sering (enam kali sehari plus tambahan).
Rasional : Peningkatan tekanan intra abdomen dapat menurunkan/menekan saluran GI dan menurunkan kapasitas.
4.      Pembatasan cairan pada makanan dan menghindari cairan 1 jam sebelum dan sesudah makan.
Rasional : cairan dapat lebih pada lambung, menurunkan napsu makan dan masukan.
5.      Atur makanan dengan protein/kalori tinggi yang disajikan pada waktu klien merasa paling suka untuk memakannya.
Rasional : Ini meningkatkan kemungkinan klien mengkonsumsi jumlah protein dan kalori adekuat.
6.      Jelaskan kebutuhan peningkatan masukan makanan tinggi elemen berikut :
a. Vitamin B12 (telur, daging ayam, kerang).
b. Asam folat (sayur berdaun hijau, kacang-kacangan, daging).
c. Thiamine (kacang-kacang, buncis, oranges).
d.  Zat besi (jeroan, buah yang dikeringkan, sayuran hijau, kacang segar).
Rasional : Masukan vitamin harus ditingkatkan untuk mengkompensasi penurunan metabolisme dan penyimpanan vitamin karena kerusakan jarinagn hepar.
7.      Konsul dengan dokter/shli gizi bila klien tidak mengkonsumsi nutrien yang cukup.
Rasional : Kemungkinan diperlukan suplemen tinggi protein, nutrisi parenteral,total, atau makanan personde.

4.      Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan dengan: Daya tahan tubuh menurun, fungsi silia menurun, sekret yang inenetap, Kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar, Malnutrisi, Terkontaminasi oleh lingkungan, Kurang pengetahuan tentang infeksi kuman.
Tujuan : Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi.
Kriteria hasil : Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang. aman.
Rencana Tindakan :
1.      Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, penyebaran infeksi melalui bronkus pada jaringan sekitarnya atau aliran darah atau sistem limfe dan resiko infeksi melalui batuk, bersin, meludah, tertawa., ciuman atau menyanyi.
Rasional: Membantu pasien agar mau mengerti dan menerima terapi yang diberikan untuk mencegah komplikasi.
2.      Identifikasi orang-orang yang beresiko terkena infeksi seperti anggota keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan.
Rasional: Orang-orang yang beresiko perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran infeksi.
3.      Anjurkan pasien menutup mulut dan membuang dahak di tempat penampungan yang tertutup jika batuk.
Rasional: Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.
4.       Gunakan masker setiap melakukan tindakan.
Rasional: Mengurangi risilio penyebaran infeksi.
5.      Monitor temperatur.
Rasional: Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi.
6.      Identifikasi individu yang berisiko tinggi untuk terinfeksi ulang Tuberkulosis paru, seperti: alkoholisme, malnutrisi, operasi bypass intestinal, menggunakan obat penekan imun/ kortikosteroid, adanya diabetes melitus, kanker.
Rasional: Pengetahuan tentang faktor-faktor ini membantu pasien untuk mengubah gaya hidup dan menghindari/mengurangi keadaan yang lebih buruk.
7.      Tekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani.
Rasional: Periode menular dapat terjadi hanya 2-3 hari setelah permulaan kemoterapi jika sudah terjadi kavitas, resiko, penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
8.      Pemberian terapi INH, etambutol, Rifampisin.
Rasional: INH adalah obat pilihan bagi penyakit Tuberkulosis primer dikombinasikan dengan obat-obat lainnya. Pengobatan jangka pendek INH dan Rifampisin selama 9 bulan dan Etambutol untuk 2 bulan pertama.


5.      Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan dengan infornmasi kurang / tidak akurat.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pengetahuan pasien meningkat
Kriteria Hasil : Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan. Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki kesehatan umurn dan menurunkan resiko pengaktifan ulang luberkulosis paru. Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi. Menerima perawatan kesehatan adekuat.
Rencana Tindakan :
1.      Kaji kemampuan belajar pasien misalnya: tingkat kecemasan, perhatian, kelelahan, tingkat partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media, orang dipercaya.
Rasional: Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik. Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan pasien.
2.      Identifikasi tanda-tanda yang dapat dilaporkan pada dokter misalnya: hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan bernafas, kehilangan pendengaran, vertigo.
Rasional: Indikasi perkembangan penyakit atau efek samping obat yang membutuhkan evaluasi secepatnya.
3.      Tekankan pentingnya asupan diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) dan intake cairan yang adekuat.
Rasional: Mencukupi kebutuhan metabolik, mengurangi kelelahan, intake cairan membantu mengencerkan dahak.
4.      Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya: jadwal minum obat.
Rasional: Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.
5.      Jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan perlunya terapi dalam jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan tentang interaksi obat Tuberkulosis dengan obat lain.
Rasional: Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan terapi dan mencegah putus obat.
6.      Jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah.
Rasional: Mencegah keraguan terhadap pengobatan sehingga mampu menjalani terapi.

3.         Evaluasi
a. Keefektifan bersihan jalan napas.
b. Fungsi pernapasan adekuat untuk mernenuhi kebutuhan individu.
c. Perilaku/pola hidup berubah untuk mencegah penyebaran infeksi.
d. Kebutuhan nutrisi adekuat, berat badan meningkat dan tidak terjadi malnutrisi.
e. Pemahaman tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan dan perubahan perilaku untuk memperbaiki kesehatan

BAB III
PENUTUP
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 µm, ukuran ini lebih kecil dari satu sel darah merah
Penyebabnya adalah kuman microorganisme yaitu basil mycobacterium tuberculosis tipe humanus dengan ukuran panjang 1 – 4 um dan tebal 1,3 – 0,6 um, termasuk golongan bakteri aerob gram positif serta tahan asam atau basil tahan asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik karena sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid).


DAFTAR PUSTAKA
Zulkifli Amin, Asril Bahar, 2006. Tuberkulosis Paru, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta: UI
Price, Sylvia Anderson. Edisi 6 : 2006. Patofisiologi, EGC. Jakarta.
Nanda, Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2005-2006
Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.Jakarta : EGC.
Smeltzer, S.C & Bare,B.G.2003. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Tjokronegoro,A & Utama, H.2004. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi III. Jakarta : EGC.